Peristiwa
MERDEKA; Catatan Menjelang 17 Agustusan

Literasikita, Karawang – MERDEKA; Catatan Menjelang 17 Agustusan. Indonesia ini masih punya kita, masih milik kita. Nusantara masih dihuni saudara dan kerabat kita. Merah putih masih gagah berkibar ditiup angin kemarau. Silau putihnya memantulkan garang mentari, kilat merahnya meyengat hati. Degup semangat berbaur haru, masih menerpa rasa, saat Indonesia Raya dikumandangkan disetiap tempat-tempat seremonial dan upacara dipenjuru Indonesia.
Setidaknya nasionalisme itu masih ada. Meski sedikit-demi sedikit, digerus sangsi. Melihat para petinggi negeri berlomba mencitra diri, mematut bayang sendiri, sambil menggunting di sana-sini. Setiap hari kita disuguhi narasi-narasi tentang begal, gangster, kebejatan polisi, kekorupan pejabat, kecabulan pengelola pesantren, dan segala bentuk kerendahan moral lainnya. Mereka yang seharusnya menjadi contoh dan pelopor kebajikan, malah mengajari kita dengan laku yang melanggar kemanusiaan.
Tapi kita rakyat hebat. Kita tetap menganggap para pemimpin dan pejabat kualat itu, sebagai guru yang memberi suri tauladan. Kita jadikan mereka contoh yang tak harus ditiru. Seperti tokoh-tokoh antagonis dalam kitab, mereka hadir sebagai ikon jumawa, para penentang Tuhan. Kita kabarkan pada anak-anak generasi, bahwa sejendral apapun engkau, jika tanpa kesadaran, kebinatangan akan jadi penguasa akalmu. Sekiai atau seustad apapun engkau, tanpa kesadaran, sahwat rendah akan jadi penuntun tingkahmu.
Bukankah kita rakyat hebat. Seredup apapun cahayanya, nasionalisme itu masih milik kita. Kita berusaha bahagia di hari kemerdekaan dengan segala kemampuan dan keadaan yang kita bisa lakukan. Mempersiapkanya walau dengan modal “ngéncléng” di jalan. Sejak satu atau dua bulan lalu, setiap hari kita bergantian menadahkan kardus bekas, baskom dan keranjang di pinggir jalan. Mengumpulkan receh demi receh yang dilemparkan saudara kita, agar agustusan jadi hari bahagia milik semua kalangan.
Inilah makna kemerdekaan yang masih hidup di ruang nurani kita, masih menyala meski hampir padam, karena terus-terusan dijejali kesangsian, dicekoki lakon-lakon absurd para tokoh, yang seharusnya jadi panutan.
Mari merdeka
Mari bahagia
Sebelum nanti kembali jadi sapi perahan keinginan. /Abah Sarjang.
-
Budaya7 months ago
Ketua Komisi X DPR RI Berikan Kadeudeuh Kepada Maestro Seni Tradisi Di HUT Karawang Ke 389
-
Pemerintahan7 months ago
Haji Rahmat HIdayat Djati Ditunjuk Jadi Ketua PP DOB Cikampek
-
Kabar Desa8 months ago
“Napak Rawayan Sang Wali” Kawin Silang versi Silang Budaya
-
Olahraga7 months ago
Sambut Hari Jadi Karawang ke 389, Kang H. Rahmat Hidayat Djati Buka Liga TopSkor Indonesia di Karawang